Minggu, 24 November 2013

19 comments
Sutardji Calzoum Bachri yang akrab dipanggil Bung Tardji, lahir di Rengat, Indragiri Hulu, 24 Juni 1941. Beliau adalah pujangga indonesia yan diberi gelar "Presiden penyair Indonesia".
Bung Tardji dikenal sebagai sastrawan pelopor puisi kontemporer.

Penghargaan yang pernah diraihnya beliau adalah:

1. Hadiah Sastra Asean (SEA Write Award) dari Kerajaan Thailand (1979);
2. Menerima penghargaan Sastra Kabupaten Kepulauan Riau oleh Bupati Kepulauan Riau (1979);
3. Anugrah Seni Pemerintah Republik Indonesia (1993);
4. Menerima Anugrah Sastra Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia Jakarta. (1990an);
5. Penghargaan Sastra Chairil Anwar (1998), dan
6. Dianugrahi gelar Sastrawan Perdana oleh Pemerintah Daerah Riau (2001).

berikut beberapa puisi terkenal karya Sutardji Calzoum Bachri:
ANA BUNGA
Terjemahan bebas (Adaptasi) dari puisi Kurt Schwittters, Anne Blumme
Oleh :
Sutardji Calzoum Bachri

Oh kau Sayangku duapuluh tujuh indera
Kucinta kau
Aku ke kau ke kau aku
Akulah kauku kaulah ku ke kau
Kita ?
Biarlah antara kita saja
Siapa kau, perempuan tak terbilang
Kau
Kau ? - orang bilang kau - biarkan orang bilang
Orang tak tahu menara gereja menjulang
Kaki, kau pakaikan topi, engkau jalan
dengan kedua
tanganmu
Amboi! Rok birumu putih gratis melipat-lipat
Ana merah bunga aku cinta kau, dalam merahmu aku
cinta kau
Merahcintaku Ana Bunga, merahcintaku pada kau
Kau yang pada kau yang milikkau aku yang padaku
kau yang padaku
Kita?
Dalam dingin api mari kita bicara
Ana Bunga, Ana Merah Bunga, mereka bilang apa?
Sayembara :
                Ana Bunga buahku
                Merah Ana Bunga
                Warna apa aku?
Biru warna rambut kuningmu
Merah warna dalam buah hijaumu
Engkau gadis sederhana dalam pakaian sehari-hari
Kau hewan hijau manis, aku cinta kau
Kau padakau  yang milikau yang kau aku
yang milikkau
kau yang ku
Kita ?
Biarkan antara kita saja
pada api perdiangan
Ana Bunga, Ana, A-n-a, akun teteskan namamu
Namamu menetes bagai lembut lilin
Apa kau tahu Ana Bunga, apa sudah kau tahu?
Orang dapat membaca kau dari belakang
Dan kau yang paling agung dari segala
Kau yang dari belakang, yang dari depan
A-N-A
Tetes lilin mengusapusap punggungku
Ana Bunga
Oh hewan meleleh
Aku cinta yang padakau!
1999
Catatan: Terjemahan Anna Blume dikerjakan untuk panitia peringatan Kurt Schwitters, Niedersachen, Jerman.
OASE: Sajak-sajak Sutardji Calzoum Bachri
Republikaedisi : 28 November 1999


GAJAH DAN SEMUT
Oleh :
Sutardji Calzoum Bachri

tujuh gajah
cemas
meniti jembut
serambut
tujuh semut
turun gunung
terkekeh
kekeh
perjalanan
kalbu
1976-1979
sajak-sajak: Sutardji Calzoum Bachri
Date: Wed, 17 Nov 1999 01:27:04 -0800
Mailing List MSI Penyair
Pengirim Nanang Suryadi

MANTERA
Oleh :
Sutardji Calzoum Bachri

                    lima percik mawar
                    tujuh sayap merpati
                    sesayat langit perih
                    dicabik puncak gunung
                    sebelas duri sepi
                    dalam dupa rupa
                    tiga menyan luka
                    mengasapi duka
                    puah!
                    kau jadi Kau!
                    Kasihku
        Memahami Puisi, 1995
        Mursal Esten


 TRAGEDI WINKA & SIHKA
Oleh :
Sutardji Calzoum Bachri

             kawin
                     kawin
                              kawin
                                      kawin
                                                    kawin
                                              ka
                                          win
                                       ka
                                  win
                              ka
                          win
                      ka
                win
            ka
                winka
                        winka
                                winka
                                        sihka
                                                sihka
                                                        sihka
                                                                sih
                                                            ka
                                                        sih
                                                    ka
                                                sih
                                            ka
                                        sih
                                    ka
                                sih
                            ka
                                sih
                                    sih
                                        sih
                                            sih
                                                sih
                                                    sih
                                                        ka
                                                            Ku
        Memahami Puisi, 1995
        Mursal Esten


IDUL FITRI
oleh: Sutardji calzoum bachri

Lihat
Pedang tobat ini menebas-nebas hati
dari masa lampau yang lalai dan sia
Telah kulaksanakan puasa ramadhanku,
telah kutegakkan shalat malam
telah kuuntaikan wirid tiap malam dan siang
Telah kuhamparkan sajadah
Yang tak hanya nuju Ka’bah
tapi ikhlas mencapai hati dan darah
Dan di malam-malam Lailatul Qadar akupun menunggu
Namun tak bersua Jibril atau malaikat lainnya
Maka aku girang-girangkan hatiku

Aku bilang:
Tardji rindu yang kau wudhukkan setiap malam
Belumlah cukup untuk menggerakkan Dia datang
Namun si bandel Tardji ini sekali merindu
Takkan pernah melupa
Takkan kulupa janji-Nya
Bagi yang merindu insya Allah ka nada mustajab Cinta
Maka walau tak jumpa denganNya
Shalat dan zikir yang telah membasuh jiwaku ini
Semakin mendekatkan aku padaNya
Dan semakin dekat
semakin terasa kesia-siaan pada usia lama yang lalai berlupa

O lihat Tuhan, kini si bekas pemabuk ini
ngebut
di jalan lurus
Jangan Kau depakkan lagi aku ke trotoir
tempat usia lalaiku menenggak arak di warung dunia
Kini biarkan aku meneggak marak CahayaMu
di ujung sisa usia
O usia lalai yang berkepanjangan
Yang menyebabkan aku kini ngebut di jalan lurus
Tuhan jangan Kau depakkan aku lagi ke trotoir
tempat aku dulu menenggak arak di warung dunia

Maka pagi ini
Kukenakan zirah la ilaha illAllah
aku pakai sepatu sirathal mustaqim
aku pun lurus menuju lapangan tempat shalat Id
Aku bawa masjid dalam diriku
Kuhamparkan di lapangan
Kutegakkan shalat
Dan kurayakan kelahiran kembali
di sana


AYO
Oleh :
Sutardji Calzoum Bachri

Adakah yang lebih tobat
dibanding air mata
adakah yang lebih mengucap
dibanding airmata
adakah yang lebih nyata
adakah yang lebih hakekat
dibanding airmata
adakah yang lebih lembut
adakah yang lebih dahsyat
dibanding airmata
para pemuda yang
melimpah di jalan jalan
itulah airmata
samudera puluhan tahun derita
yang dierami ayahbunda mereka
dan diemban ratusan juta
mulut luka yang terpaksa
mengatup diam
kini airmata
lantang menderam
meski muka kalian
takkan dapat selamat
di hadapan arwah sejarah
ayo
masih ada sedikit saat
untuk membasuh
pada dalam dan luas
airmata ini
ayo
jangan bandel
jangan nekat pada hakekat
jangan kalian simbahkan
gas airmata pada lautan airmata
                          malah tambah merebak
jangan letupkan peluru
logam akan menangis
dan tenggelam
             dikedalaman airmata
jangan gunakan pentungan
mana ada hikmah
mampat
karena pentungan
para muda yang raib nyawa
karena tembakan
yang pecah kepala
sebab pentungan
memang tak lagi mungkin
jadi sarjana atau apa saia
namun
mereka telah
nyempurnakan
bakat gemilang
sebagai airmata
yang kini dan kelak
selalu dibilang
bagi perjalanan bangsa
OASE: Sajak-sajak Sutardji Calzoum Bachri
Republika edisi : 28 November 1999

HERMAN
oleh: Sutardji Calzoum bachri

herman tak bisa pijak di bumi tak bisa malam di bulan
tak bisa hangat di matari tak bisa teduh di tubuh
tak bisa biru di lazuardi tak bisa tunggu di tanah
tak bisa sayap di angin tak bisa diam di awan
tak bisa sampai di kata tak bisa diam di diam tak bisa paut di mulut
tak bisa pegang di tangan takbisatakbisatakbisatakbisatakbisatakbisa

di mana herman? kau tahu?
tolong herman tolong tolong tolong tolongtolongtolongtolongngngngngng!

Sutardji Calzoum Bachri, O AMUK KAPAK ,1981 1


WALAU
oleh: Sutardji Calzoum Bachri

walau penyair besar
takkan sampai sebatas allah

dulu pernah kuminta tuhan
dalam diri
sekarang tak

kalau mati
mungkin matiku bagai batu tamat bagai pasir tamat
jiwa membumbung dalam baris sajak

tujuh puncak membilang bilang
nyeri hari mengucap ucap
di butir pasir kutulis rindu rindu


HILANG (KETEMU)
oleh: Sutardji Calzoum Bachri

batu kehilangan diam
jam kehilangan waktu
pisau kehilangan tikam
mulut kehilangan lagu
langit kehilangan jarak
tanah kehilangan tunggu
santo kehilangan berak

Kau kehilangan aku

batu kehilangan diam
jam kehilangan waktu
pisau kehilangan tikam
mulut kehilangan lagu
langit kehilangan jarak
tanah kehilangan tunggu
santo kehilangan berak

Kamu ketemu aku

walau huruf habislah sudah
alifbataku belum sebatas allah

1979
Read More...

Jumat, 22 November 2013

1 comment
Taufik Ismail lahir di bukittinggi pada tanggal 25 juni 1935, beliau sangat baik dalam bidang sastra. beliau pernah menjadi Dewan Penyantun Board of Trustees AFS International, New York, bertugas sampai tahun 1976 dan Ketua Lembaga Seni Budaya Muhammadiyah 1998-1999.
Penghargaan sastra yang di anugerahkan kepada Taufik Ismail, meliputi:, Anugrah Seni dari Pemerintah RI (1970), Cultural Visit Award dari Pemerintah Australia (1977), South East Asia Write Award (SEA Write Award) dari Kerajaan Thailand (1994), Penulisan Karya Sastra Terbaik dari Pusat Bahasa Department Pendidikan dan Kebudayaan (1994), Sastrawan Nusantara dari Negeri Johor, Malaysia (1999), Doctor Honoris Causa dari Universitas Negeri Yogyakarta

dan inilah berberapa puisi karangan Taufik Ismail


SEBUAH JAKET BERLUMURAN DARAH

Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah pergi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun.

Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja
Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan ’Selamat tinggal perjuangan’
Berikara setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?.

Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang.

Pesan itu telah sampai kemana-mana
Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
Lanjutkan Perjuangan.


Nasehat-Nasehat Kecil Orang Tua
Pada Anaknya Berangkat Dewasa

Jika adalah yang harus kaulakukan
Ialah menyampaikan kebenaran
Jika adalah yang tidak bisa dijual-belikan
Ialah ang bernama keyakinan
Jika adalah yang harus kau tumbangkan
Ialah segala pohon-pohon kezaliman
Jika adalah orang yang harus kauagungkan
Ialah hanya Rasul Tuhan
Jika adalah kesempatan memilih mati
Ialah syahid di jalan Ilahi.


KARANGAN BUNGA
Tiga anak kecil
Dalam langkah malu-malu
Datang ke salemba
Sore itu.

Ini dari kami bertiga
Pita hitam pada karangan bunga
Sebab kami ikut berduka
Bagi kakak yang ditembak mati
Siang tadi.

Salemba

Alma Mater, janganlah bersedih
Bila arakan ini bergerak pelahan
Menuju pemakaman
Siang ini.

Anakmu yang berani
Telah tersungkur ke bumi
Ketika melawan tirani.


GUGUR DALAM PENCEGATAN
TAHUN EMPATPULUH-DELAPAN


Demikian cerita kakek penjaga
Tentang pengunjung lelaki setengah baya
Berkemeja dril lusuh, dari luar kota
Matanya memandang jauh, tubuh amat kurusnya
Datang ke musium perjuangan
Pada suatu sore yang sepi
Ketika hujan rinai tetes-tetes di jendela
Dan angin mengibarkan tirai serta pucuk-pucuk cemara
Lelaki itu menulis kesannya di buku-tamu
Buku tahun-keenam, halaman seratus-delapan
Dan sebelum dia pergi
Menyalami dulu kakek Aki
Dengan tangannya yang dingin aneh
Setelah ke tugu nama-nama dia menoleh
Lalu keluarlah dia, agak terseret berjalan
Ke tengah gerimis di pekarangan
Tetapi sebelum ke pagar halaman
Lelaki itu tiba-tiba menghilang


DOA

Tuhan kami
Telah nista kami dalam dosa bersama
Bertahun-tahun membangun kultus ini
Dalam pikiran yang ganda
Dan menutupi hati nurani

Ampunilah kami
Ampunilah
Amin

Tuhan kami
Telah terlalu mudah kami
Menggunakan AsmaMu
Bertahun di negeri ini
Semoga Kau rela menerima kembali
Kami dalam barisanMu

Ampunilah kami
Ampunilah
Amin

1966


KEMBALIKAN INDONESIA PADAKU
kepada Kang Ilen


Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga,
Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat,
sebagian berwarna putih dan sebagian hitam,
yang menyala bergantian,
Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam
dengan bola yang bentuknya seperti telur angsa,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam
karena seratus juta penduduknya,

Kembalikan
Indonesia
padaku

Hari depan Indonesia adalah satu juta orang main pingpong siang malam
dengan bola telur angsa di bawah sinar lampu 15 wat,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang pelan-pelan tenggelam
lantaran berat bebannya kemudian angsa-angsa berenang-renang di atasnya,
Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga,
dan di dalam mulut itu ada bola-bola lampu 15 wat,
sebagian putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian,
Hari depan Indonesia adalah angsa-angsa putih yang berenang-renang
sambil main pingpong di atas pulau Jawa yang tenggelam
dan membawa seratus juta bola lampu 15 wat ke dasar lautan,

Kembalikan
Indonesia
padaku

Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam
dengan bola yang bentuknya seperti telur angsa,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam
karena seratus juta penduduknya,
Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat,
sebagian berwarna putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian,

Kembalikan
Indonesia
padaku
Paris, 1971

Read More...

Kamis, 21 November 2013

Leave a Comment

Novel adalah sebuah karya sastra yang sangat diminati oleh semua kalangan. terutama pada kalangan remaja. tapi pernakah terpikirkan apa saja unsur yang dapat membangun cerita dari dalam? Nah, di dalam pelajaran Bahasa Indonesia telah dipelajari unsur-unsur yang dapat membangun cerita dari dalam (disebut Unsur Intrinsik). jadi bagi kalian yang masih bingung dan belum tau, bisa simak artikel yang satu ini. :)

Unsur Intrinsik adalah hal-hal yang menjadi pembangun karya sastra novel dari dalam. Unsur intrinsik dalam novel terdiri atas tema, amanat, alur, latar, penokohan, dan sudut pandang

1.) Tema

Tema adalah pokok masalah yang terdapat dalam suatu cerita. Tema sangat wajib untuk menjelaskan pokok masalah dalam novel tersebut, sehingga bisa ditarik sebuah alur dan pandangan yang diinginkan pengarang.

2.) Latar (setting)

Latar adalah tempat, waktu, dan suasana terjadinya suatu peristiwa dalam cerita.

3.) Alur (plot)

Alur merupakan jalan cerita atau urutan peristiwa dalam sebuah cerita. hal ini didukung oleh penambahan konlik, agar ceritanya lebih komplit. 

4.) Penokohan

Penokohan atau perwatakan dalam sebuah cerita sangatlah penting. keberadaan tokoh sangat mutlak. Penokohan adalah gambaran tentang tokoh-tokoh dalam cerita, baik keadaan lahirnya maupun keadaan batinnya. 

Ada beberapa perwatakan tokoh, yaitu:
a)      Protagonis

Protagonis adalah tokoh utama dalam cerita. Umumnya bersifat baik yang dapat menarik simpati pembaca

b)     Antagonis

Antagonis adalah tokoh yang merupakan lawan/saingan/musuh dari tokoh utama. Umumnya bersifat jahat.

c)      Tritagonis

Tritagonis adalah tokoh ketiga yang menjadi penengah anatara protagonis dan antagonis. Tritagonis tidak memihak pada siapa pun.

d)     Figuran

Figuran merupakan tokoh pelengkap dalam cerita. Biasanya peran dalam cerita tersebut tidak terlalu penting

5.) Amanat

            Amanat adalah hal yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca, yang berkaitann dengan tema. Amanat juga disebut hikmah dari cerita. Amanat bias berupa ajakan, nasihat, atau larangan yang bernilai positif.

6.) Sudut pandang (Point Of View)

Sudut pandang adalah cara pengarang menempatkan dirinya terhadap cerita atau dari sudut mana pengarang memandang ceritanya. Berikut ini beberapa sudut pandang yang dapat digunakan pengarang dalam bercerita. 

1.      Sudut Pandang Orang Pertama Tunggal.

Pengarang  sebagai pelaku sekaligus narator yang menggunakan kata ganti “aku’.
 
a)      “Aku” sebagai tokoh utama.

Pengarang adalah “aku ”sebagai tokoh utama cerita dan mengisahkan dirinya sendiri, tindakan, dan kejadian disekitarnya. Pembaca akan menerima cerita sesuai dengan yang dilihat, didengar, dialami, dan dirasakan “aku” sebagai narator sekaligus pusat cerita.

b)      “Aku” sebagai tokoh bukan utama.

Pengarang  adalah “aku ” dalam cerita tapi bukan tokoh utama. Keberadaan “aku” hanya sebagai saksi/kawan tokoh utama. “Aku” adalah narator yang menceritakan kisah yang dialami tokoh lain yang menjadi tokoh utama.

2.      Sudut Pandang Orang Pertama Jamak

Ini mirip dengan Sudut Pandang Orang Pertama Tunggal, hanya saja menggunakan kata ganti “kami”. Narator menjadi seseorang dalam cerita yang bicara mewakili beberapa orang atau sekelompok orang.

3.      Sudut Pandang Orang Kedua

Pengarang adalah narator yang sedang berbicara kepada kata ganti “kamu” dan menggambarkan apa yang dilakukan “kamu” atau “kau” atau “anda”.

4.      Sudut Pandang Orang Ketiga Tunggal.

Pengarang ada di luar cerita tak terlibat dalam cerita. Pengarang juga menampilkan para tokoh dengan menyebut namanya atau kata ganti “dia”.

a)          Sudut Pandang Orang Ketiga Mahatahu.

Pengarang seperti Tuhan dalam karyanya, yang mengetahui segala hal tentang semua tokoh, peristiwa, tindakan, termasuk motif Pengarang juga bebas berpindah dari satu tokoh ke tokoh lain. Bahkan bebas mengungkapkan apa yang ada dipikiran serta perasaan para tokohnya.

b)         Sudut Pandang Orang Ketiga Terbatas.

Pengarang melukiskan segala apa yang dialami tokoh hanya terbatas pada satu orang atau dalam jumlah yang sangat terbatas. Pengarang tak leluasa berpindah dari satu tokoh ke tokoh lainnya. Melainkan terikat hanya pada satu atau dua tokoh saja.

c)          Sudut Pandang Orang Ketiga Objektif

Narator melukiskan semua tindakan tokoh dalam cerita namun tak  mengungkapkan apa yang dipikirkan serta dirasakan oleh tokoh cerita. Pengarang hanya boleh menduga apa yang dipikirkan, atau dirasakan oleh tokoh ceritanya. 

5.      Sudut Pandang Orang Ketiga Jamak

Pengarang menuturkan cerita berdasarkan persepsi atau kacamata kolektif. Pengarang akan menyebut para tokohnya dengan menggunakan kata ganti orang ketiga jamak; “mereka”.

6.      Sudut Pandang Campuran

Pengarang menempatkan dirinya bergantian dari satu tokoh ke tokoh lainnya dengan sudut pandang yang berbeda-beda. “aku”, “kamu”, “kami”, “mereka”, dan atau “dia”.

Read More...
Leave a Comment
Kali ini saya ingin berbagi puisi yang di ciptakan oleh sastrawan asal Bali. Bagi yang belum kenal, saya akan menceritakan sedikit tentang Beliau.

Lahir di Puri Anom Tabanan, Bali, 69 tahun silam, I Gusti Ngurah Putu Wijaya yang lebih dikenal dengan nama Putu Wijaya merupakan seorang sastrawan yang serba bisa. Betapa tidak, mulai dari cerpen, esai, novel, drama bahkan sinetron hingga skenario film pun pernah Beliau garap. Sempat juga menjadi wartawan dan redaktur majalah. Yap langsung saja, berikut 2 Puisi dari Bapak Putu Wijaya.

Lagu Cinta

Kulihat malam begitu dalam
Dan angin berdesah bimbang
Aku pun tertegun sebelum melangkah
Masihkah kau simpan perasaan sayang
yang dahsyat dalam diriku

Kudengar senandung lamat-lamat
Begitu akrab dan kukenal
Seakan melempar ke masa silam
Ketika kita bertemu di ujung jalan
Saling membaca perasaan masing-masing
Dan setuju untuk sama-sama berjuang

Haruskah cinta berakhir sedih
Karena kita tak memilih

Tidak, kulihat nyala api masih mambakar
Ketika kita terlena dan tubuh mengucap
Betapa dalam perasaan bertaut
Bahkan semakin bersatu ketika jalan tertutup

Dan akupun bertambah yakin
Tak ada yang mampu membunuh yang bertekad

Kulompati pagar dan menyelinap masuk
Berdiri didepan pintu memanggil namamu
Mengucap salam dan sebuah janji
Berikan aku kesempatan menyayangi

Kita telah bergetar disini
Tidak pernah berubah hanya lebih dewasa
Tinggal kamu siap membuka pintu

Tiba saatnya untuk berhenti ragu

Raksasa

Di dalam mimpiku ada raksasa
Taringnya sebesar pohon kelapa
Kepalanya gundul sekeras baja
Dari Mulutnya menyembur kata-kata jahat

Hai anak kecil kamu tak usah rajin
Buang buku ayo main di jalanan
Jangan dengar kata orang tua
Ikut ogut berpesta pora

Tetapi aku bukan anak ingusan
Tubuhku masih kecil tapi hatiku besar
Ibu sudah melatihku jadi kuat
Dan papaku tak senang aku bodoh

Guruku di sekolah selalu bilang
Hati-hati dengan orang jahat
Mulutnya manis tetapi akibatnya berat
Raksasa itu marah dan merengut

Karena aku tak  sudi tekuk lutut
Dari mulutnya keluar api panas
Tangannya mau mencekik ganas
Hai anak berani,katanya marah

Kalau Kau bandel awas kumamah
Lau Menganga taringnya berkilat
Lalu Melompat mau menyikat
Aku tenang tapi waspada

Tidak Teriak takut pun bukan
Sambil berdoa aku bertindak
Keluarkan raportku serentak
Angka delapan,Sembilan, dan sepuluh
Meloncat melilit raksasa

Dalam sekejap mata ia menyerang
Ampun,jerit raksasa ketakutan
jangan ikat aku dengan angka
Aku berjanji tak lagi nakal

Mengganggu anak yang rajin belajar
Dalam tidurku muncul raksasa
Tetapi ia sudah kapok
Sekarang setia menjaga tidurku
Sambil belajar membaca



Sekian entry kali ini, semoga bermanfaat. Oh iya kalau berkenan, jangan lupa share ya :)
Read More...
1 comment
Hi kembali lagi nih. Kali ini saya mau membahas sedikit tentang pantun dan puisi. Tanpa basa-basi, selamat membaca :)

Pantun

Pantun yang awal mulanya berasal dari Minangkabau (patuntun) yang juga meiliki arti penuntun. Selain di Minangkabau pantun juga dikenal di masyarakat Jawa, Batak dan Melayu.

Pantun merupakan salah saatu puisi lama yang disampaikan secara lisaan pada mulanya. Pantun selalu memiliki makna menasehati atau menuntun orang yang mendengarkannya. Sehingga tidak salah apabila pantun menjadi simbol kebijaksanaan masyarakat dulu.

Adapun ciri-cirinya sebagai berikut:
1. Pantun terdiri dari 4 baris,
2. Setiap baris Pantun memiliki 8 hingga 12 kata,
3. Memiliki rima a-a-a-a atau a-b-a-b,
4. Baris pertama dan kedua merupakan sampiran, dan
5. Baris ketiga dan keempat merupakan isi.

Jenis-jenis pantun meliputi:
1. Pantun adat
2. Pantun agama
3. Pantun budi
4. Pantun nasehat
5. Pantun jenaka
6. Pantun kiasan
7. Pantun kepahlawanan
8. Pantun percintaan

Masing-masing jenis pantun tersebut meiliki makna yang berbeda satu sama lainnya.

Puisi

Menurut Pradopo (1995:7) Puisi merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting, digubah dalam wujud yang paling berkesan. 

Menurut Waluyo (1987) dalam puisi terdapat struktur fisik atau yang disebut pula sebagai struktur kebahasaan dan struktur batin puisi yang berupa ungkapan batin pengarang.

Penekanan di segi ektetika, penggunaan rima cukup menjadi pembeda puisi dan prosa. Kita tak dapat menghakimi makna suatu puisi sebab interpretasi masing-masing individu berbeda. Maka tak jarang puisi-puisi yang kita temukan terdengar asing. Sebab tak ada yang dapat menentukan nilai kebenarannya. Puisi berasal dari alam imajinasi manusia yang tak berbatas(pen).

Puisi sendiri terbagi menjadi dua, yaitu puisi lama dan baru(modern). berikut ciri-ciri keduanya:

A. Ciri-ciri Puisi Lama:
1. Anonim (pengarangnya tidak diketahui)
2. Merupakan kesusastraan lisan
3. Terikat jumlah baris, rima, dan irama
4. Gaya bahasanya statis (tetap) dan klise
5. Isinya fantastis dan istanasentris

B. Ciri-ciri Puisi Baru:
1. Pengarangnya diketahui
2. Berkembang secara lisan dan tertulis
3. Tidak terikat jumlah baris, rima, dan irama
4. Gaya bahasanya dinamis (berubah-ubah)
5. Isinya tentang kehidupan pada umumnya

Cukup sekian untuk entry kali ini, semoga bermanfaat. Jangan lupa share ya :)
Read More...

Jumat, 08 November 2013

Leave a Comment
Kali ini saya akan membagiikan  contoh Proposal Karya Ilmiah. Ini adalah hasil tugas yang diberikan oleh guru. Judul proposal ini adalah: Pengaruh Ilmu Teknologi Terhadap Minat Belajar Bahasa Indonesia di Kelas XII IPS 1.

Dan lebih bermanfaat jika saya membagikannya kepada teman-teman :)

Read More...
3 comments

 TAHANAN

Atas ranjang batu
tubuhnya panjang
bukit barisan tanpa bulan
kabur dan liat
dengan mata sepikan terali
Di lorong-lorong
jantung matanya
para pemuda bertangan merah
serdadu-serdadu Belanda rebah
Di mulutnya menetes
lewat mimpi
darah di cawan tembikar
dijelmakan satu senyum
barat  di perut gunung
(Para pemuda bertangan merah
adik lelaki neruskan dendam)
Dini hari bernyanyi
di luar dirinya
Anak lonceng
menggeliat enam kali
di perut ibunya
Mendadak
dipejamkan matanya
Sipir memutar kunci selnya
dan berkata
-He, pemberontak
hari yang berikut bukan milikmu !
Diseret di muka peleton algojo
ia meludah
tapi tak dikatakannya
-Semalam kucicip sudah
betapa lezatnya madu darah.
Dan tak pernah didengarnya
enam pucuk senapan
meletus bersama


 SAJAK SEORANG TUA UNTUK ISTERINYA


Aku tulis sajak ini
untuk menghibur hatimu
Sementara kau kenangkan encokmu
kenangkanlah pula masa remaja kita yang gemilang
Dan juga masa depan kita
yang hampir rampung
dan dengan lega akan kita lunaskan.
Kita tidaklah sendiri
dan terasing dengan nasib kita
Kerna soalnya adalah hukum sejarah kehidupan.
Suka duka kita bukanlah istimewa
kerna setiap orang mengalaminya.
Hidup tidaklah untuk mengeluh dan mengaduh
Hidup adalah untuk mengolah hidup
bekerja membalik tanah
memasuki rahasia langit dan samodra,
serta mencipta dan mengukir dunia.
Kita menyandang tugas,
kerna tugas adalah tugas.
Bukannya demi sorga atau neraka.
Tetapi demi kehormatan seorang manusia.
Kerna sesungguhnyalah kita bukan debu
meski kita telah reyot, tua renta dan kelabu.
Kita adalah kepribadian
dan harga kita adalah kehormatan kita.
Tolehlah lagi ke belakang
ke masa silam yang tak seorangpun kuasa menghapusnya.
Lihatlah betapa tahun-tahun kita penuh warna.
Sembilan puluh tahun yang dibelai napas kita.
Sembilan puluh tahun yang selalu bangkit
melewatkan tahun-tahun lama yang porak poranda.
Dan kenangkanlah pula
bagaimana kita dahulu tersenyum senantiasa
menghadapi langit dan bumi, dan juga nasib kita.
Kita tersenyum bukanlah kerna bersandiwara.
Bukan kerna senyuman adalah suatu kedok.
Tetapi kerna senyuman adalah suatu sikap.
Sikap kita untuk Tuhan, manusia sesama,
nasib, dan kehidupan.
Lihatlah! Sembilan puluh tahun penuh warna
Kenangkanlah bahwa kita telah selalu menolak menjadi koma.
Kita menjadi goyah dan bongkok
kerna usia nampaknya lebih kuat dari kita
tetapi bukan kerna kita telah terkalahkan.
Aku tulis sajak ini
untuk menghibur hatimu
Sementara kaukenangkan encokmu
kenangkanlah pula
bahwa kita ditantang seratus dewa.

WS. Rendra, Sajak-sajak sepatu tua,1972
…BAHWA KITA DITANTANG SERATUS DEWA.



SAJAK TANGAN


Inilah tangan seorang mahasiswa,
tingkat sarjana muda.
Tanganku. Astaga.
Tanganku menggapai,
yang terpegang anderox hostes berumbai,
Aku bego. Tanganku lunglai.
Tanganku mengetuk pintu,
tak ada jawaban.
Aku tendang pintu,
pintu terbuka.
Di balik pintu ada lagi pintu.
Dan selalu :
ada tulisan jam bicara
yang singkat batasnya.
Aku masukkan tangan-tanganku ke celana
dan aku keluar mengembara.
Aku ditelan Indonesia Raya.
Tangan di dalam kehidupan
muncul di depanku.
Tanganku aku sodorkan.
Nampak asing di antara tangan beribu.
Aku bimbang akan masa depanku.
Tangan petani yang berlumpur,
tangan nelayan yang bergaram,
aku jabat dalam tanganku.
Tangan mereka penuh pergulatan
Tangan-tangan yang menghasilkan.
Tanganku yang gamang
tidak memecahkan persoalan.
Tangan cukong,
tangan pejabat,
gemuk, luwes, dan sangat kuat.
Tanganku yang gamang dicurigai,
disikat.
Tanganku mengepal.
Ketika terbuka menjadi cakar.
Aku meraih ke arah delapan penjuru.
Di setiap meja kantor
bercokol tentara atau orang tua.
Di desa-desa
para petani hanya buruh tuan tanah.
Di pantai-pantai
para nelayan tidak punya kapal.
Perdagangan berjalan tanpa swadaya.
Politik hanya mengabdi pada cuaca…..
Tanganku mengepal.
Tetapi tembok batu didepanku.
Hidupku tanpa masa depan.
Kini aku kantongi tanganku.
Aku berjalan mengembara.
Aku akan menulis kata-kata kotor
di meja rektor
TIM, 3 Juli 1977
Potret Pembangunan dalam Puisi


Makna Sebuah Titipan

Sering kali aku berkata,
Ketika semua orang memuji milikku
Bahwa sesungguhnya ini hanyalah titipan
Bahwa rumahku hanyalah titipan-Nya
Bahwa hartaku hanyalah titipan-Nya
Bahwa putraku hanyalah titipan-Nya

Tetapi,mengapa aku tak pernah bertanya;
Mengapa Dia menitipkan padaku ?
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku ?
Dan kalau bukan milikku,apa yang harus kulakukan untuk milik-Nya itu ?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku ?

Mengapa hatiku justru terasa berat,ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah
Kusebut sebagai ujian,kusebut sebagai petaka
Kusebut itu sebagai panggilan apa saja untuk melukiskan kalau itu adalah derita

Ketika aku berdo’a,kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku
Aku ingin lebih banyak harta,ingin lebih banyak mobil,lebih banyak popularitas,dan kutolak sakit
Kutolak kemiskinan,seolah semua”derita” adalah hukuman bagiku
Seolah keadilan dan kasih-Nya harus berjalan seperti matematika:
Aku rajin beribadah,maka selayaknyalah derita menjauh dariku,dan nikmat dunia kerap menghampiriku

Kuperlakukan Dia sebagai mitra dagang,dan bukan kekasih
Kuminta Dia membalas”perlakuan baikku”
Dan menolak keputusan-Nya yang tak sesuai keinginanku

Gusti,
Padahal tiap hari kuucapkan,hidup dan matiku hanya untuk beribadah
“Ketika langit dan bumi bersatu,bencana dan keberuntungan sama saja”

GUGUR


 Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Tiada kuasa lagi menegak
Telah ia lepaskan dengan gemilang
pelor terakhir dari bedilnya
Ke dada musuh yang merebut kotanya
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Ia sudah tua
luka-luka di badannya
Bagai harimau tua
susah payah maut menjeratnya
Matanya bagai saga
menatap musuh pergi dari kotanya
Sesudah pertempuran yang gemilang itu
lima pemuda mengangkatnya
di antaranya anaknya
Ia menolak
dan tetap merangkak
menuju kota kesayangannya
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Belumlagi selusin tindak
mautpun menghadangnya.
Ketika anaknya memegang tangannya
ia berkata :
” Yang berasal dari tanah
kembali rebah pada tanah.
Dan aku pun berasal dari tanah
tanah Ambarawa yang kucinta
Kita bukanlah anak jadah
Kerna kita punya bumi kecintaan.
Bumi yang menyusui kita
dengan mata airnya.
Bumi kita adalah tempat pautan yang sah.
Bumi kita adalah kehormatan.
Bumi kita adalah juwa dari jiwa.
Ia adalah bumi nenek moyang.
Ia adalah bumi waris yang sekarang.
Ia adalah bumi waris yang akan datang.”
Hari pun berangkat malam
Bumi berpeluh dan terbakar
Kerna api menyala di kota Ambarawa
Orang tua itu kembali berkata :
“Lihatlah, hari telah fajar !
Wahai bumi yang indah,
kita akan berpelukan buat selama-lamanya !
Nanti sekali waktu
seorang cucuku
akan menacapkan bajak
di bumi tempatku berkubur
kemudian akan ditanamnya benih
dan tumbuh dengan subur
Maka ia pun berkata :
-Alangkah gemburnya tanah di sini!”
Hari pun lengkap malam
ketika menutup matanya
Read More...